Kapal ikan Indramayu |
Nelayan
indramayu( Karangsong ) sejak jaman
dahulu di kenal sebagai nelayan yang tanggu dan berani dengn berbekal alat
navigasi seadanya dan hanya menggunakan layar jaman dahulu nelayan indramayu
Karangsong ) sudah sampai perairan Natuna , di perbatasan antara Indonesia
dengan Malaysia , bahkan sampai ke perairan Brunai darusallam.
Pada
waktu itu alat tangkap yang di gunakan pun masih sederhana dengan panjang lunas
perahu maksimal 7 m dan dengan alat tangkap jaring ( Gill Net ) 10 tingting (pcs ) atau pancing
rawe nelayan indramayu sudah lalu lalang di perairan Nusantara ini.
sekitar
tahun 1993 ada beberapa nelayan Indramayu ( Karangsong ) di tangkap petugas
penjaga pantai Malaysia karena melanggar batas negara dan menangkap ikan tak
berijin di sana (ilgal fishing ) bahkan satu orang di antaranya meninggal di
penjara sana , itu semua karena waktu itu nelayan indramayu tidak memakai alat
navigasi secanggih sekarang sehingga mereka tidak mengetahui posisi kordinat
keberadaan mereka.
Pada
saat itu untuk mengawetkan hasil ikanya nelayan Indramayu masih menggunakan
garam dan ikannya di bikin gesek, seiring perkembangan jaman
kini nelayan indramayu khususnya Karangsong sudah jauh modern dengan panjang
lunas perahu mencapai 20- 25 meter ( 80 GT) dan alat Navigasi lebih modern,area
tangkap nelayan Indramayu ( Karangsong ) pun semakin jauh dan kinih bahkan
mencapai perairan Merauke Papua .
Kalau
dulu mereka hanya berbekal kompas dan
mengandalkan kemurahan Alam dalam melaut,
kini sudah di lengkapi dengan alat penentu posisi kordinat (global positioning
system ) juga alat komunikasi radio yang memungkinkan untuk saling
berkomunikasi.
Surga
baru perikanan
Dengan
jarak tempuh 15 hari perjalanan kini nelayan Indramayu ( Karangsong ) mulai
mengekplorasi potensi perikanan yang ada di laut Arafuru sampai perairan Merauke
papua dengan berbekal peralatan yang mumpuni mereka mulai mengembangkan
potensi perikanan di sana dan tentunya dengan memegang kaidah penangkapan ramah
lingkungan.
mengingat
jauhnya jarak yang di tempuh Mereka berangkat dengan berkelompok agar jika ada
salah satu yang mengalami kendala maka mereka bisa saling membantu , penulis
pernah mendapatkan cerita bahwa pada awal awal ekspedisi ke papua ada kapal
ikan ini menemui sebuah pusaran air laut yang besar dan membuat kapal mereka
seperti tersedot ke dalamnya tapi berkat pengalaman dan keberanian mereka
akhirnya bisa lolos dari rintangan tersebut , ini terjadi di lautan Halmahera (
sebuah cerita yang membuat penulis bangga menjadi warga Indramayu ).
Dengan
potensi perikanan yang melimpah tentunya berimbas dengan pendapatannya, dulu
kita berfikir menjadi nelayan itu dadalah profesi rendahan tapi kini kita harus
bangga akan profesi mereka dengan pendapatan mencapai 15- 30 juta sekali trip
keberangkatan ( 60 hari ) tentu sebuah pendapatan yang melebihi rata rata
penghasilan warga Indramayu pada umumnya.
Koprasi
Perikanan Mina Sumitra
Koprasi
perikanan tersebut didirikan tanggal 18 Agustus 1918 dengan nama “SAYA
SUMITRA”. Usaha dan kegiatannya pun kurang dapat diketahui dengan jelas. Namun
dapat di duga, Usaha mereka tidak jauh berbeda dengan tujuan koperasi seperti
sekarang ini yaitu untuk meningkatkan keadaan ekonomi dan Usaha anggotanya
maupun masyarakat nelayan di kedua wilayah tadi.
Kongsi
ini, meskipun tidak dapat berkembang namun mampu bertahan sampai tahun 1948
walaupun mungkin hanya namanya saja. Setelah itu, dan dengan berlandaskan pada
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33, tanggal 25 maret 1948 Kongsi “Saya Sumitra”
dirubah menjadi Koperasi Perikanan Indonesia “Saya Sumitra”.
Kata
“Saya Sumitra” itu sendiri merupakan kata bersambung dari kata Saya, Su dan
Mitra, semua berasal dari bahasa jawa kuno. Saya berarti Alat penangkap ikan,
Su berarti Baik atau bagus, dan Mitra berarti teman atau kawan. Jadi “Saya
Sumitra” kira-kira berarti “Alat Tangkap Ikan adalah Teman Yang Baik”
Selama
5 tahun setelah “Saya Sumitra” menjadi koperasi, kegiatan dan perkembangannya
sulit diketahui. Berapa jumlah Anggotanya, Apa Usahanya juga tidak begitu
jelas. Tapi dapat dipastikan usaha yang dilakukan adalah yang berkaitan dengan
sarana dan perlengkapan kebutuhan usaha Kenelayanan. Sulitnya mengetahui
kegiatan koperasi pada waktu itu karena tidak adanya catatan-catatan atau data-data
yang bisa diperoleh. Ini mungkin dipengaruhi oleh terbatasnya kemampuan
pengurus untuk menangani Koperasi baik dari segi Manajemen Organisasi maupun
Usahanya.
Tahun
1953 Koperasi Perikanan Indonesia “Saya Sumitra” dirubah lagi menjadi Koperasi
Perikanan Laut “Saya Sumitra”. Pergantian nama ini diharapkan dapat membawa
Koperasi kearah perwujudan Koperasi seperti yang telah digariskan dalam
Undang-Undang Dasar 1945. Namun dalam perjalanannya, KPL “Saya Sumitra”
mengalami nasib yang hampir sama dengan yang terdahulu. Malah pada tahun
1972-1974 kegiatannya terhenti nyaris gulung tikar.
Masalahnya,
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang merupakan sumber pemasukan utama bagi
koperasi diambil alih pengelolaannya oleh pemerintah daerah yaitu Lembaga
Pemerintahan Desa Pabean Udik. Peristiwa ini menimbulkan pertentangan dan
perselisihan antara koperasi (Pengurus dan Anggota) dengan pihak pemerintah
Desa dan sempat berkembang masalahnya sampai ke Lembaga Dewan Perwakilan Rakyat
Tingkat II Indramayu.
Di
tingkat Dewan, setelah segala permasalahan di kemukakan oleh kedua pihak, maka
tanggal 16 september 1974 melalui sidang Dewan Perwakilan Rakyat Tingkat II
Indramayu, diputuskan bahwa Pengelolaan TPI diserahkan kembali kepada KPL “Saya
Sumitra”.
Setelah
Tempat Pelelangan Ikan dikelola kembali oleh koperasi, se-tahun kemudian (1975)
dibentuklah suatu Kepengurusan baru. Walaupun pelaksanaan Aktivitas dan usaha
Anggota juga masih kurang, karena hanya berjumlah 52 orang dilayani oleh
karyawan sebanyak 7 orang. Usaha yang dikelola pada waktu itu adalah
menyelenggarakan atau mengelola TPI yang diatur dengan Peraturan Daerah Nomor
16/1970, kemudian Simpan Pinjam Anggota dan Toko Barang Alat Penangkapan (BAP).
Tahun
1978, bersamaan dengan terbentunya kepengurusan baru periode ke-2 Pemerintah
mengeluarkan suatu kebijaksanaan di Bidang Perkoperasian yang di tuangkan dalam
Inpres Nomor 2 tahun 1978 tentang Badan Usaha Unit Desa/Koperasi Unit Desa
(BUUD/KUD).
Kini
koprasi perikanan tersebut di pimpin oleh Sudarto dan mulai bulan Oktober 2016
untuk meningkatkan pelayanan dan kecepatan proses bongkar KPL Mina Sumitra
mulai menerapkan sistem Lelang Landing yakni sitem Lelang satu kapal satu
timbangan sehingga tidak terjadi antrian di peroses penimbangan ikan.
Semua
hasil tangkapan kapal kapal perikanan Karangsong mendarat dan di lelang di PPI
(pelabuhan pendaratan ikan ) Karangsong.dan kemudian di distribusikan ke
berbagai daerah seperti Jakarta , Bandung dan sejumlah kota di Jawa Tengah juga
untuk beberapa jenis ikan di ekspor ke luar negri.
Produksi
perikanan pada tahun 2016 PPI Karangsong mencapai nilai Rp.348,65 milyar
terbesar dari total seluruh produksi perikanan Indramayu yakni senilai Rp.
464,5 milyar.
Penutup
Dengan
melihat capaian di atas seyogyanya kita juga ikut berbangga akan keberadaan
nelayan dan seharusnya juga pemerintah melindungi dan memberi kemudahan dalam
bentuk kebijkan yang pro terhadap nelayan Dan untuk DISKANLA INDRAMAYU penulis
berharap di jaman serba digital ini tolong di perbaiki sistem informasi Publik
nya saya lihat website resmi diskanla seperti website mati , bagai mana
menginformasikan ke masyrakat jika di tahun 2017 saja salah satu media
informasi Publiknya masih seperti itu.
Oleh
: Mas Joko ( Relawan Lentera Hati )
Refrensi:
-
KPL MINA SUMITRA
-
http://www.tribunpangan.com
- youtube.com
Terimakasih infonya, sesuai yang saya cari. Sangat membantu ^^
ReplyDelete