pelarungan meron nadran empang desa Karangsong 2016 |
Di sepanjang pesisir utara pulau jawa khususnya di sekitar
Cirebon, Indramayu dan subang ada tradisi yang namaya nadranan yakni tradisi
membuang meron (sesaji) ke tengah laut sebagai ungkapan rasa syukur terhadap
sang pencipta atas di berikannya rizki dan keselamatan dan biasanya di
laksanakan menjelang musim barat karena biasanya saat tersebut menjelang musim
tangkapan ikan.
Nadran sendiri merupakan suatu tradisi hasil akulturasi
budaya Islam dan Hindu yang diwariskan sejak ratusan tahun secara
turun-temurun. Kata nadran menurut sebagian masyarakat berasal dari kata nazar
yang mempunyai makna dalam agama Islam yaitu pemenuhan janji. Adapun inti
upacara nadran adalah mempersembahkan sesajen (yang merupakan ritual dalam
agama Hindu untuk menghormati roh leluhurnya) kepada penguasa laut agar diberi
limpahan hasil laut, sekaligus merupakan ritual tolak bala (keselamatan).
Asal usul pelaksanaan budaya Nadran berawal pada tahun 410
M, dimana Raja Purnawarman, raja ketiga Kerajaan Tarumanegara yang terletak di
dekat sungai Citarum yang mengalir dari Bandung ke Indramayu, memerintahkan
Raja Indraprahasta Prabu Santanu untuk memperdalam atau memperbaiki tanggul,
yang bertujuan untuk menduplikat Sungai Gangga di India. Duplikat Sungai Gangga
tersebut untuk keperluan mandi suci. Sungai yang dimaksud adalah sungai
Gangganadi dan muaranya di sebut Subanadi. Sungai tersebut sekarang adalah
sungai Kriyan, terletak di belakang Keraton Kasepuhan Kota Cirebon. Mandi suci
di sungai Gangganadi dilakukan setahun sekali, sebagai acara ritual untuk
menghilangkan kesialan dan sebagai sarana mempersatukan rakyat dan pemujaan
kepada sang pencipta.
Menurut Dra. Hariyani Agustina MM dalam
promosi ujian terbuka Doktor ilmu filsafat pasca sarjana UGM tradisi ini
memiliki landasan filosofis yang berakar dari keyakinan keagamaan dan
nilai-nilai budaya lokal yang dianut oleh masyarakat setempat sebagai salah
satu cara bagaimana masyarakat nelayan mengekpresikan rasa syukur mereka pada
Sang Maha Pencipta atas tangkapan ikan yang mereka peroleh serta permohonan
keselamatan dalam mencari nafkah di laut ,nilai-nilai filosofis yang menarik
untuk dipelajari antara lain nilai solidaritas, etis, estetis, kultural dan
religius yang terungkap dalam ekspresi simbolis dari upacara-upacara yang
disajikan melalui bentuk-tari-tarian, nyanyian, doa-doa dan ritus-ritus lainnya
, pemahaman terhadap nilai-nilai tersebut kemudian dapat ditransformasikan
dalam membangun kehidupan masyarakat kelautan ke taraf yang lebih maju dan
lebih baik, baik dari sisi pendidikan, ekonomi maupun solidaritas sosial
budaya.
Sesajen di tardisi nadran empang 2016 |
Di perjalanannya tradisi nadranan tersebut tidak sekedar di lakukan
oleh komunitas nelayan saja tapi di lakukan juga beberapa komunitas lainnya seperti
komunitas petani tambak(empang) bahkan di indramayu ada komunitas supir taksi
yang melaksanakan tradisi nadran juga.
Dalam pelaksanaan tradisi nadranan ada beberapa hal yang
harus di lakukan yakni pelaksanaan ruwatan dan larung meron di laut , ruwatan
adalah meruat air yang di ambil dari laut yang kemudian di bagi bagi ke seluruh
masyarakat komunitas tersebut , sedang larung meron adalah melarung sesaji yang
biasanya adalah kepala kerbau atau kepala kambing yang di letakan di ancak yang
berbentuk perahu perahuan atau ikan ikanan tergantung komunitas apa yang
melaksanakan tradisi tersebut.
Di jaman sekarang tradisi nadranan tidak hanya sekedar
melaksanan tradisi yang di isi tanggapan ( hiburan) wayang kulit saja tapi
sudah berkembang dengan berbagai hiburan lainnya seperti sandiwara, pentas
dangdut juga di lakukannya arak arakan singa depok dalam mengiringi perjalanan meron menuju
laut.
Photo Photo kegiatan tradisi Nadranan
tradisi nadran nelayan bubuh 2016 |
tradisi nadran nelayan bubuh 2016 |
meron yang di gunakan untuk melarung sesaji di tradisi nadran nelayan Arad 2016 |
tradisi nadran nelayan Arad 2016 |
tardisi nadran empang 2016 |
refrensi
-Disertasi Dra Hariyani Agustina, MM dengan judul “ Nilai-nilai
Filosofis Tradisi Nadran Masyarakat Nelayan Cirebon: Relevansinya Bagi
Pengembangan Budaya Kelautan”
- Darmin nakhoda transbiawak
Comments
Post a Comment