Skip to main content

Fenomena Save aleppo dan bangsa kita




Beberapa hari ini kita sering mendengar kata #save_Aleppo , sebenarnya  tidak ada yang yang salah tentang itu sebab itu bentuk rasa simpati kita sebagai sesama muslim , tapi pernah kah kita berfikir kenapa sampai terjadi peristiwa yang begitu memilukan tersebut.


Konflik suriah bukan terjdi saat saat sekarang ini saja konflik di sana sudah terjadi sejak tahun 2011 dan sudah menelan korban di perkirakan mencapai 470 ribu jiwa belum lagi separuh penduduknya menjadi pengungsi di berbagai negara terutama di turki, yordania dan juga beberapa negara uni eropa.


Saya tidak mau membahas tentang Aleppo saja sebab hal yang sama terjadi juga di seluruh suriah, yaman, libya dan beberapa negara di afrika utara lainnya, tapi marih kita sama sama renungkan kenapa semua itu bisa terjadi di sana, di samping rasa simpati terhadap sesama muslim yang harus tetap kita hidupkan.

sebab harus kita akui di negara kita yang tercinta ini ada segelintir orang yang mengidolakan bahkan membaiat sebagai bagian dari salah satu kelompok yang berkonflik di sana ( Islamic state ) dan ini patut kita waspadai bersama jangan sampai kondisi yang sama tidak mustahil terjadi di negara kita, jika kita semua tidak mencermati secara bijak fenomena akhir akhir ini .




Kembali ke kelompok kelompok kecil masyarakat kita yang punya pemikiran tentang ke khilafaan untuk negara kita yang majemuk ini, saya mempertanyakan kekhilafaan seperti apa yang cocok untuk itu jika refrensi yang di ambil saja menyiratkan menolak akan adanya perbedaan , apalagi kalau kita baca buletin internal mereka jelas mengajak kita untuk menuju desintegrasi bangsa ..! apakah.. memang itu tujuan negara ini didirikan oleh bapak bapak bangsa kita terdahulu..? tentu saya yakin tidak..!


Bangsa ini sudah berulang kali mengalami ujian berat dalam menjaga toleransi berikut beberapa catatan kelam yang pernah kita alami .


Konflik ambon 


terdapat 8.000 sampai 9.000 korban meninggal dunia dan 700.000 warga mengungsi. Dengan lama konflik yang mencapai empat tahun, dari 1999 sampai 2002, konflik ini mencakup luasan sampai tingkat provinsi. Kerugian materi akibat konflik tersebut, yakni 29.000 rumah terbakar dan 7.046 rumah rusak, serta 45 masjid, 57 gereja, 719 toko, 38 gedung pemerintah, dan 4 bank hancur.


Konflik dayak – madura 


terdapat 469 korban meninggal dunia dan 108.000 warga mengungsi, dengan lama konflik mencapai 10 hari sepanjang tahun 2001. Cakupan konflik juga terjadi dari Kota Sampit ibukota Kotawaringin Timur meluas ke Kota Palangkaraya, Kuala Kapuas, dan Pangkalanbun.
Kerugian materi akibat konflik ini terdiri atas 192 rumah dibakar dan 748 rumah rusak serta 16 mobil dan 43 sepeda motor hancur. 


Dan masih banyak lagi contoh kasus yang bisa kita jadikan renungan bahwa keberagaman itu mutlak dan takdir bagi bangsa ini dan itu mahal harganya jika kita tidak bijak dalam menjaganya.

Semoga dengan terjadinya trend #save_Aleppo kita lebih terasah lagi hati kita sebagai sesama muslim sekaligus bisa menjadi cermin bagaimana mahalnya arti sebuah kedamaian .

refrensi :
Republika.com
BBC.UK
Islam Nusantara ( Nur Huda ) 



#Gusdurian

#Catatan_MasJoko

Comments

Popular posts from this blog

Catatan Prajurit di daerah Konflik #2

Penempatan di Maluku Saya hubungi lewat telepon Kabintaldam XVI/Pattimura, Letkol Caj. Telelapta, mengabari bahwa saya Kapten Caj. Hikmat Israr dapat tugas jabatan sebagai Kabalak Binatal Bintaldam XVI/Pattimura, dan melaporkan akan berangkat ke Ambon setelah ada Surat Perintah pelepasan dari Pangdam III/Siliwangi dan dari Danbrigif 15 Kujang Siliwangi. Saya tidak tahu apakah Kabintal merasa cemas atau gembira dengan rencana kedatangan saya ke Ambon tersebut. Yang jelas ia mengemukakan situasi Ambon saat itu sangat-sangat gawat, dan kalau berangkat beliau mewanti-wanti agar jangan sampai membawa keluarga, sebab keselamatan diri sendiri saja tidak ada yang bisa menjamin. Karena saya seorang Muslim, saya disarankan untuk berangkat Ke Ambon menggunakan KM. Bukit Siguntang yang nantinya akan berlabuh di Pelabuhan Yos Sudarso, Ambon. Rupanya laut pun sudah terbagi, pelabuhan Yos Sudarso untuk komunitas muslim, dan pelabuhan Halong untuk komunitas Nasrani. Bila saya berang

Istilah istilah bahasa yang di gunakan Nelayan di Indramayu

perahu jenis jegong yang sedang sandar  Sepertinya saya sudah lama menelantarkan tempat ini... maklum sebagai kuli di pelabuhan perikanan kadang memaksaku untuk melupakan sejenak tempat ini, sebenarnya banyak yang ingin ku tuliskan yang ada di benaku sekarang ini tapi untuk kali ini saya pingin mengenalkan istilah istilah bahasa yang ada di lingkungan Nelayan Indramayu yang bagi saya sangat menarik untuk di kenalkan sebab saya yakin istilah istilah tersebut sekarang ini sudah jarang sekali terdengar bahkan oleh nelayan itu sendiri. 1. Ngracek  istilah ini di gunakan untuk sebuah peroses pembuatan sesuatu baik itu pembuatan Perahu atau jaring  contoh  " tukang sing biasa ngracek perahu sing bagus biasane sing Pasekan artinya tukang pembuat perahu yang baik itu berasal dari Desa Pasekan " " kang luruaken tukang ngracek gah angel temen wis rong dina ora olih olih artinya bang carikan orang pembuat jaring dong sudah dua hari tidak dapat dapat "

tradisi Nadran (sedekah laut )

pelarungan meron nadran empang desa Karangsong 2016 Di sepanjang pesisir utara pulau jawa khususnya di sekitar Cirebon, Indramayu dan subang ada tradisi yang namaya nadranan yakni tradisi membuang meron (sesaji) ke tengah laut sebagai ungkapan rasa syukur terhadap sang pencipta atas di berikannya rizki dan keselamatan dan biasanya di laksanakan menjelang musim barat karena biasanya saat tersebut menjelang musim tangkapan ikan. Nadran sendiri merupakan suatu tradisi hasil akulturasi budaya Islam dan Hindu yang diwariskan sejak ratusan tahun secara turun-temurun. Kata nadran menurut sebagian masyarakat berasal dari kata nazar yang mempunyai makna dalam agama Islam yaitu pemenuhan janji. Adapun inti upacara nadran adalah mempersembahkan sesajen (yang merupakan ritual dalam agama Hindu untuk menghormati roh leluhurnya) kepada penguasa laut agar diberi limpahan hasil laut, sekaligus merupakan ritual tolak bala (keselamatan). Asal usul pelaksanaan budaya Nadran berawal pada tah