Skip to main content

SUKU DAYAK HINDU BUDHA BUMI SEGANDU LOSARANG INDRAMAYU




Pada awal pendirianya Tahun 1974, komunitas ini berbentuk  perguruan yang mengajarkan ilmu kanuragan  dengan nama” Silat Serbaguna”, Pada tahun 1982 berganti nama menjadi “Jaka Utama”, kemudian pada tahun 1995 komunitas ini berganti nama menjadi “dayak siswa” Komunitas ini menamakan dirinya dengan sebutan “Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu” pada tahun 2000 hingga sekarang, Menurut penjelasan warga komunitas ini, penamaan Suku Dayak ini mengandung makna sebagai berikut :


  • Kata “suku” artinya kaki, yang mengandung makna bahwa setiap manusia berjalan dan   berdiri di atas kaki masing-masing untuk mencapai tujuan sesuai dengan kepercayaan dan keyakinannya masing-masing.
  • Kata “Dayak” berasal dari kata “ayak” atau “ngayak” yang artinya memilih atau    menyaring. Makna kata “dayak” di sini adalah menyaring, memilah dan memilih mana yang salah dan mana yang benar.
  • Kata “Hindu” artinya kandungan atau rahim. Filosofinya adalah bahwa setiap manusia dilahirkan dari kandungan sang ibu (perempuan). 
  • Sedangkan kata “Budha”,berasal dari kata “wuda”, yang artinya telanjang. Makna filosofisnya adalah bahwa setiap manusia dilahirkan dalam keadaan telanjang
  • kata “Bumi Segandu Indramayu”. “Bumi” mengandung makna wujud.sedangkan kedua kata ini, yakni “Bumi Segandu” mengandung makna filosofis sebagai kekuatan hidup.
  •  Adapun kata “Indramayu”, mengandung pengertian : “In” maknanya adalah ‘inti’; “Darma” artinya orang tua, dan kata “Ayu”, maknanya perempuan. 




meski mereka menggunakan nama dan berpenampilan layaknya suku Dayak Kalimantan. Mereka merupakan bagian dari orang indramayu atau penduduk Indramayu yang pada umumnya, mereka terkenal ramah dan suka menolong. Siapa pun yang datang ke pendopo pasti disambut dengan tangan terbuka dan keramahan ala "Bumi Segandu", polos, lugu, jujur, murni dan apa adanya.  

 mereka itu suku tanpa memiliki kartu identitas. bagi mereka kartu idetitas hanyalah sebuah kartu yang merepotkan. Identitas utama mereka adalah diri mereka yang kasat mata dan dibawa kemanapun mereka pergi. Meski sempat mengalami kesulitan karena tidak punya KTP saat berpergian ataupun mengurus surat-surat penting lain, Keengganan mereka untuk terikat dengan aturan-aturan formal, terbukti dari keengganan mereka KTP. Padahal kepemilikan adalah hak sipil bagi semua warga Negara yang telah cukup umur. Salah satu penyebab keengganan kelompok ini untuk memenuhi hak sipil mereka adalah karena adanya keharusan mengisi kolom agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam format KTP, sementara mereka tidak mengikatkan diri pada salah satu agama maupun Organisasi Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Posisi kaum wanita yang terhormat dalam komunitas ini juga terlihat dari konsep kepercayaan yang dianut oleh suku Dayak Indramayu,yaitu “Alam Ngaji Rasa”. Dalam kepercayaan tersebut, sosok Tuhan atau zat yang memberi kehidupan bagi manusia dipersonifikasikan dengan figur wanita. Mereka menamakannya Nyi Dewi Ratu.  Aplikasi keberagamaan komunitas pimpinan ki Takmad ini diwujudkan dengan memperlakukan istri atau kaum wanita dengan penuh kasih. Pengkhianatan, kekerasan serta kebohongan yang ditujukan pada istri (wanita) dilarang keras dan merupakan dosa besar. Selain penghormatan yang tinggi pada kaum wanita, suku Dayak Indramayu juga menjalankan beberapa ritual yang menggambarkan kecintaan mereka terhadap alam. Ritual untuk menyembah sang penguasa alam dilakukan dengan 2 cara, yang biasa disebut laku pepe dan laku kungkum. Laku pepe dilakukan dengan berjemur diri dibawah sinar matahari. Sementara laku kungkum dilaksanakan dengan cara merendam tubuh di dalam air hingga sebatas leher. Ritual ini dilakukan pada malam hari mulai dari tengah malam hingga pagi.
Pada awalnya, setiap manusia wedi – wedian (takut, penakut) baik terhadap alam maupun lingkungan masyarakatnya. Oleh karena itu, manusia harus mengembangkan perasaan sabar dan sumerah diri dalam arti berusaha selaras dengan alam tanpa merusak alam. Prinsipnya adalah jangan merusak alam apabila tidak ingin terkena murka alam. Itulah yang disebut ngaji rasa atau ngadirasa. Setelah bersatu dan selaras dengan alam, dalam arti mengenal sifat-sifat alam sehingga bisa hidup dengan tenteram dan tenang karena mendapat lindungan dari Nya manusia akan memahami benar-salah dan selanjutnya dengan mudah akan mencapai pemurnian diri; manusia tidak lagi memiliki kehendak duniawi. Cerminan dari manusia yang telah mencapai pemurnian diri, yaitu manusia yang telah memahami benar-salah, tampak dalam kehidupan sehari-harinya. Manusia yang telah mencapai tahap tersebut, akan selalu jujur dan bertanggungjawab.
Ngajirasa, ajaran yang diakui sebagai jalan menuju pemurnian diri, mendidik setiap pengikutnya untuk mengendalikan diri dari “TIGA TA” (harta, tahta, dan iberi pinjaman. Yang terbaik ditunjukkan dengan hidup yang derhana, menjauhi keinginan mengejar kesenangan duniawi, menghilangkan rasa dendam, penasaran, dan iri kepada orang lain,suami harus sepenuhnya mengabdikan diri pada keluarga. Suami tidak boleh menghardik, memarahi, atau berlaku kasar terhadap anak dan isterinya. Oleh karena itu, perceraian merupakan sesuatu yang dianggap pantang terjadi. Demikian juga, hubungan di luar pernikahan sangat ditentang. “Jangan coba-coba berzinah apabila tidak ingin terkena kutuk sang guru,” demikian salah seorang pengikut Pak Takmad mengungkapkan.


 Ngajirasa juga mengajarkan untuk saling mengasihi kepada sesama umat manusia. Misalnya, menolong orang yang sedang kesulitan walaupun berbeda kepercayaan, tidak menagih utang kepada orang yang diberi pinjaman, yang terbaik  adalah membiarkan orang yang berutang tersebut untuk membayar atas kesadarannya sendiri. Demikian juga dalam hal mendidik anak, sebaiknya tidak terlalu banyak mengatur karena yang bisa mengubah sikap dan perilaku adalah dirinya sendiri, bukan orang lain. Jalan menuju permurnian diri .
Oleh karena kepercayaan dan laku hidup yang berbeda dari kebanyakan orang pada umumnya itulah, komunitas ini difatwakan sesat oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat pada tahun 2007.

 sumber : 
makalah Sherly Melindah
Photo:
A.Madestra dell ( Fotografer.net.Forum )
indramayu.com



Comments

Popular posts from this blog

Catatan Prajurit di daerah Konflik #2

Penempatan di Maluku Saya hubungi lewat telepon Kabintaldam XVI/Pattimura, Letkol Caj. Telelapta, mengabari bahwa saya Kapten Caj. Hikmat Israr dapat tugas jabatan sebagai Kabalak Binatal Bintaldam XVI/Pattimura, dan melaporkan akan berangkat ke Ambon setelah ada Surat Perintah pelepasan dari Pangdam III/Siliwangi dan dari Danbrigif 15 Kujang Siliwangi. Saya tidak tahu apakah Kabintal merasa cemas atau gembira dengan rencana kedatangan saya ke Ambon tersebut. Yang jelas ia mengemukakan situasi Ambon saat itu sangat-sangat gawat, dan kalau berangkat beliau mewanti-wanti agar jangan sampai membawa keluarga, sebab keselamatan diri sendiri saja tidak ada yang bisa menjamin. Karena saya seorang Muslim, saya disarankan untuk berangkat Ke Ambon menggunakan KM. Bukit Siguntang yang nantinya akan berlabuh di Pelabuhan Yos Sudarso, Ambon. Rupanya laut pun sudah terbagi, pelabuhan Yos Sudarso untuk komunitas muslim, dan pelabuhan Halong untuk komunitas Nasrani. Bila saya berang

Istilah istilah bahasa yang di gunakan Nelayan di Indramayu

perahu jenis jegong yang sedang sandar  Sepertinya saya sudah lama menelantarkan tempat ini... maklum sebagai kuli di pelabuhan perikanan kadang memaksaku untuk melupakan sejenak tempat ini, sebenarnya banyak yang ingin ku tuliskan yang ada di benaku sekarang ini tapi untuk kali ini saya pingin mengenalkan istilah istilah bahasa yang ada di lingkungan Nelayan Indramayu yang bagi saya sangat menarik untuk di kenalkan sebab saya yakin istilah istilah tersebut sekarang ini sudah jarang sekali terdengar bahkan oleh nelayan itu sendiri. 1. Ngracek  istilah ini di gunakan untuk sebuah peroses pembuatan sesuatu baik itu pembuatan Perahu atau jaring  contoh  " tukang sing biasa ngracek perahu sing bagus biasane sing Pasekan artinya tukang pembuat perahu yang baik itu berasal dari Desa Pasekan " " kang luruaken tukang ngracek gah angel temen wis rong dina ora olih olih artinya bang carikan orang pembuat jaring dong sudah dua hari tidak dapat dapat "

tradisi Nadran (sedekah laut )

pelarungan meron nadran empang desa Karangsong 2016 Di sepanjang pesisir utara pulau jawa khususnya di sekitar Cirebon, Indramayu dan subang ada tradisi yang namaya nadranan yakni tradisi membuang meron (sesaji) ke tengah laut sebagai ungkapan rasa syukur terhadap sang pencipta atas di berikannya rizki dan keselamatan dan biasanya di laksanakan menjelang musim barat karena biasanya saat tersebut menjelang musim tangkapan ikan. Nadran sendiri merupakan suatu tradisi hasil akulturasi budaya Islam dan Hindu yang diwariskan sejak ratusan tahun secara turun-temurun. Kata nadran menurut sebagian masyarakat berasal dari kata nazar yang mempunyai makna dalam agama Islam yaitu pemenuhan janji. Adapun inti upacara nadran adalah mempersembahkan sesajen (yang merupakan ritual dalam agama Hindu untuk menghormati roh leluhurnya) kepada penguasa laut agar diberi limpahan hasil laut, sekaligus merupakan ritual tolak bala (keselamatan). Asal usul pelaksanaan budaya Nadran berawal pada tah